Selama 20
tahun kebelakang, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang tak terduga, banyak
hal yang mengejutkan, dan semua itu mendewasakan. Layaknya manusia biasa,
dengan ritme kehidupan yang hampir sama namun mempunyai keunikan cerita yang
berbeda, keluarga, pendidikan, asmara dan lain sebagainya, akupun melewati dan
mengalami semua ruang lingkup tersebut. Setiap ruang lingkupnya akan mempunyai
tingkatan fasa, melaju dan berganti. Dengan ragam dinamika, membuatnya dapat
terasa hidup atau bahkan mati.
Kali ini,
aku ingin mengutarakan syukurku melalui tulisan. Karena melalui doa, telah kusampaikan dalam komunikasiku dengan Sang Maha Pecinta, dan aku ulangi disini. Agar kamu,
kalian, dan mereka pun dapat menyadari. Aku bilang tak mudah untuk tumbuh dan
berkembang hingga diusiaku yang baru menginjak 21 tahun ini. Ada banyak hal-hal
yang tak manis telah aku saksikan sejak dini, ada banyak hal yang menguras air
mata yang telah aku lalui sejak dini, hingga hal-hal yang membentur dengan begitu
keras. Sakit? Jelas. Seperti ada yang patah dan hancur bak robekan
kertas-kertas yang amat kecil. Sakit. Rasanya sakit sekali. Bahkan jika aku
ingat kembali, sakitnya masih menyisa. Aku pikir, itu adalah cara Tuhan mendewasakanku. Ada sesuatu yang aku dapatkan, sesuatu itu tak dapat aku
definisikan dengan sebuah kalimat, bahkan frasa atau kata. Yang jelas, hal
tersebut menghidupkan satu sisi lain pandanganku. Caraku melihat dan memahami
dunia: alam semesta, kehidupanku dan kehidupan orang-orang disekitarku.
Keluargaku,
merupakan hadiah terindah dan lebih spesial dari sisi yang lain buatku. Indah
menurut versiku, mungkin akan terlihat berbeda menurut kalian. Tapi syukurku,
perjalanan yang tak mudah ini didampingi selalu oleh seseorang yang sangat membangun,
jauh lebih dari berarti, separuh dari jiwaku: ibu. Saat ini, itulah keindahan
yang aku rasakan, itulah alasan mengapa aku bisa bertahan dalam keadaan sesulit
apapun. Semoga akan ada keindahan lainnya yang tercipta dan terbangun.
Sahabatku,
tanpa mereka aku hanyalah sebatang kara dalam masa pendidikanku: sekolah. Mereka yang
tak dapat aku sebutkan satu persatu, mewarnai perjalanan sekolah dasar hingga
sekarang, turut andil dalam rasa syukurku. Naik-turun dinamika persahabatan,
aku rasa itu adalah kadar yang membuatnya hidup. Mereka merupakan faktor
ekstern yang membangun dan mengajarkan banyak hal dengan ceritanya
masing-masing. Menghidupkan sisi pandangku yang telah dikurniakan.
Asmaraku,
tak selalu mulus. Berliku, penuh tikungan, tanjakan dan turunan. Sebelumnya, aku tak
terlalu tertarik dengan yang satu ini, tapi kali ini aku cukup antusias untuk
mengutarakannya. Untuk kesekian kali bangkitnya, aku merasa hadiahku kali ini
lebih manis dari kisah asmara sebelumnya. Lebih nyata, dan untuk pertama
kalinya membuatku menyertakan namanya dalam doa. Untuk pertama kalinya,
menghidupkan harapku untuk kehidupan selanjutnya, untuk pertama kalinya pula,
membuatku membiarkannya masuk dalam benteng yang aku jaga dari siapapun. Yang
tak pernah sebelumnya aku biarkan orang lain untuk mengetahuinya. Aku tak ingin
berlebihan, aku menyayanginya, bagaimanapun. Sesederhana itu. Perihal dia kepadaku, itu hak nya. Aku tak ingin menginterfensi. Aku mensyukuri dengan sangat.
Aku berharap, Tuhanku, Yang Maha Baik, mengijinkan doaku menjadi satu kenyataan
hidup, bersamanya dalam ikatan yang Kau perkenankan. Aamin.
Untuk segala terima kasihku yang tak terhingga, kepada Tuhanku,
Allah SWT, Yang Maha Baik, Maha Menyayangi, Maha Pemilik segala-galanya,
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Maka ijinkan aku untuk menjaga, mensyukuri dan
mengindahkan hadiah-hadiah yang telah Engkau berikan. Ini semua milikmu, ini semua darimu, aku
hanyalah salah satu manusia beruntung yang Kau anugerahkan. Semoga aku menjadi orang
yang pandai bersyukur dan tak melupa. Aamiin yaa rabbal’alamiin.
Cimahi, 03 April 2018
00.29,
menjelang pagi.